Upacara dan Perayaan Dirgahayu Kemerdekaan RI Ke-77 Pondok Pesantren Tunas Cendekia MI, MTs, MA ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat’

Setiap tanggal 17 Agustus tiap tahunnya, selalu diperingati sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dalam rangka menyambut dan memeriahkan peringatan hari kemerdekaan tersebut, biasanya hampir seluruh masyarakat di seluruh tanah air mulai dari desa hingga kota mengadakan berbagai event mulai dari perlombaan, pawai dan sebagainya.

Dalam rangka menyambut peringatan HUT RI ke 77, Pondok Pesantren Tunas Cendekia MI, MTs, MA mengadakan Upacara peringatan HUT RI ke 77 yang dilaksanakan di lapangan upacara Tunas Cendekia, dihadiri oleh segenap guru, staff dan peserta didik. Selaku pembina upacara peringatan HUT RI ke 77 kali ini, Bapak Mustopa, M. Ag. mewakili Yayasan Bhakti Miftahul Ilmi, dalam sesi amanat upacara tersebut menyampaikan point penting untuk senantiasa menghormati dan menghargai jasa para pahlawan yang telah berkorban jiwa dan raga untuk memperjuangkan dan meraih kemerdekaan yang saat ini kita nikmati.

Kewajiban bagi kita adalah menghormati pahlawan kita, wabilkhusus beliau KH. Amin Sepuh, Pengasuh Pesantren Babakan Ciwaringin dan satunya lagi KH. Abdullah Abbas dari Pesantren Buntet. Kedua kyai dari Cirebon inilah yang ditunggu-tunggu keputusannya dalam perang 10 November oleh Mbah Hasyim Asy’ari Jombang.

Tidak beda dengan Jatim, seruan jihad melawan kolonial juga berkumandang keras di Cirebon, Jawa Barat. Tampil sebagai pelopor yakni KH. Amin Sepuh dari Babakan Ciwaringin, Cirebon, sebagai pembina Hizbullah. Meski saat itu teknologi belum maju, tetapi KH Amin Sepuh menjalin komunikasi yang baik dengan para Kyai di Jombang. “Karena Beliau ikut bersama KH. Hasyim Asy’ari… sejak di Bangkalan, Madura hingga mbabak-babak alas Tebuireng…”.

Saat mendengar Inggris akan mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945 dengan ‘misi’ mengembalikan Indonesia kepada Belanda, maka KH Amin Sepuh menggelar rapat bersama para Kyai di wilayahnya. Menurut penuturan Kyai Fathoni, pertemuan itu dilakukan di daerah Mijahan, Plumbon, Cirebon. Bersama dengan Kyai Amin Sepuh, Kyai Fathoni menjadi saksi pertemuan yang melibatkan KH Abbas Abdul Jamil Pesantren Buntet, KH Anshory (Plered), KH. Abdul Halim Leuwimunding, dll. “Namun, saat itu saya masih kecil,”

Pertemuan itu ditindaklanjuti dengan pengiriman anggota laskar ke Surabaya untuk menghadang 6000 pasukan Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal AWS Mallaby. Tidak ketinggalan, KH Amin Sepuh juga berangkat ke Surabaya, termasuk mengusahakan pendanaannya untuk berangkat.

Kepahlawanan KH Amin Sepuh dalam peristiwa 10 November memang cukup legendaris sampai sekarang. Bahkan saat itu ada stasiun radio yang menyiarkan bahwa KH Amin Sepuh adalah seorang yang tidak mempan senjata maupun peluru saat bertempur di Surabaya. Bahkan, dia juga dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom sebanyak 8 kali.

Bapak Mustopa mengajak para dewan guru, siswa-siswi MI, MTs, MA dan seluruh civitas akademik agar senantiasa mengisi perjuangan dengan semangat memajukan pendidikan yang ada di Tunas Cendekia, Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat. Merdekaaaaa!!
Siangnya sampai sore acara semarak kemerdekaan dengan berbagai macam lomba agustusan seperti panjat pinang, balap kerupuk, main bola pakai sarung, pukul kendi dan lain-lain.