Author: Mustofa – Staff Manajemen Tunas Cendekia
Ramadlan ke-16 penulis ini menyoroti pemandangan menarik yang sudah lumrah di tengah masyarakat yaitu banyaknya para peminta-minta di tempat umum, tempat-tempat ibadah atau datang menghampiri rumah kita. Nama lain dari peminta-minta adalah pengemis. Apalagi dengan datangnya bulan suci Ramadlan banyak terlihat para pengemis di mana-mana, hal ini wajar karena banyak orang yang cenderung bersedekah dan berzakat apalagi menjelang hari raya Idul Fitri.
Pemandangan ini bisa membuat kita menjadi iba dan simpatik, tidak jarang juga ada yang merasa risih atas kehadiran mereka. Bentuk dan gaya mereka pun bermacam-macam, ada yang terlihat seperti mengalami cedera, ada yang memakai pakaian kumuh, ada yang membawa anak-anak, dll.
Yang menarik lagi ada orang kaya dari kalangan bohir tajir melintir pura-pura menjadi gelandangan, membuat konten youtube seolah-olah dia memerlukan belas kasihan sambil melantunkan sholawat dengan suara fals, tidak enak di telinga, kemudian menghampiri sekelompok cewek cantik milenial berhijab sampai diusir-usir. Lama kelamaan si pengemis gembel peminta-minta tiba-tiba suaranya merdu, membuat para cewek cantik berhijab terkesima, ujung-ujungnya minta like, subscribe dan pencet tombol loncengnya.
Menelusuri Awal Mula Kata Pengemis
Hasil penelusuran penulis, ternyata kata “Pengemis” ada sejak jaman Raja Pakubuono X Tahun 1893 – 1939. Pada suatu hari, Raja Pakubuono X Raja Mataram Yogyakarta sedang melihat kondisi rakyatnya saat keluat dari Masjid Agung pada hari Kamis. Sembari di dampingi para pengawal dan para ajudan, sang raja melihat banyak masyarakat menengadahkan tangan ingin mendapatkan sedekah dari “Sang Raja”.
Raja Pakubuono tidak membiarkan pemandangan rakyatnya yang menengadahkan tangan. Dia memberikan banyak sedekah setiap hari Kamis dan terus mengulanginya di hari yang lain juga. Karena berlangsungnya pada hari Kamis muncullah istilah baru “Ngemis” yang artinya adalah meminta rezeki pada hari Kamis. Kemudian orang-orang yang melakukan ngemis dikenal dengan sebutan “Pengemis”.
Terlepas dari itu semua, meminta-minta atau mengemis merupakan bagian dari sejarah budaya dan ekonomi umat manusia, kegiatannyapun ada yang terorganisir dengan baik dan ada juga yang mandiri.
Pengemis yang terorganisir sebagaimana kelompok masyarakat pada umumnya. Mereka mempunyai organisasi, tata aturan, area kerja, dan bagi hasil kepada “Si Bos” pengelola organisasi pengemis. Untuk selanjutnya para pengelola organisasi memberikan perlindungan dan keamanan kepada para pengemis supaya ada hubungan simbiosis-mutualistis saling menguntungkan.
Contoh pengemis mandiri, pernah terjadi penangkapan kepada pengemis oleh Suku Dinas Sosial DKI Jakarta tahun 2019. Suku Dinas Sosial tersebut menemukan seorang pengemis di kawasan Kebayoran Baru yang ternyata seorang kaya dari hasil mengemis yang akhirnya diamankan di Panti Sosial.
Sejak kecil kita sudah diajarkan oleh guru-guru kita tentang Rukun Islam itu ada 5, yaitu Syahadat, Sholat, Puasa, Bayar Zakat dan Menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Zakat termasuk salah satu dari lima rukun Islam, sumbangan zakat ini bisa diberikan pada siapa saja yang dirasa membutuhkan, termasuk juga memberikan zakat dan sedekah pada non-muslim sebagai strategi dakwah Islam.
Walisanga juga mengajarkan kepada para pengikutnya agar senantiasa bersedekah dan berbagi. Hal ini dibuktikan dengan adanya wasiat Sunan Gunungjati yang berbunyi: “Isun Titip Tajuk lan Fakir Miskin” yang berarti kurang lebihnya, saya titipkan masjid dan fakir miskin.
Wallohu a’lam