Belajar Dari Martabak

Author: Mustofa – Staff Manajemen Tunas Cendekia

Ramadlan hari ke-25 ini penulis melintasi gang perempatan di kampung penulis sekalian ngabuburit. Terlihat sibuk para pedagang sedang mempersiapkan barang dagangannya yang akan disajikan untuk para pencari takjil. Terlihat seorang pedagang martabak sedang melayani pembeli dan penulis pesan martabak telor yang spesial.

Setelah penulis pelajari dari berbagai literasi apa itu martabak, ternyata martabak mengandung i’tibar yang dalam bagi kehidupan manusia. Martabak berasal dari bahasa Arab yaitu Murtabak atau Murtabaq yang berarti “yang dilipat”.

Martabak telur merupakan panganan dengan rasa gurih yang terdiri dari sayur, telur, daging dan berbagai bumbu lainnya yang digabung jadi satu dalam sebuah kulit tipis dari adonan padat, lembut, lentur, Kemudian dilipat dan digoreng hingga matang.

Konon martabak berasal dari persahabatan seorang pemuda dari Semarang yang berdagang dan berteman dengan temannya dari India pada tahun 1930. Teman yang berasal dari India tersebut sangat pintar memasak, salah satunya adalah martabak telor.

Martabak memiliki sensasi yang sangat luar biasa, bisa disajikan saat ada tamu atau sebagai pendamping kopi saat ngobrol. Mengapa harus martabak? Karena martabak merupakan camilan yang bisa diberikan kepada siapa saja dan kapan saja. Meskipun harganya tidak terlalu mahal namun terlihat sangat ekslusif.

Lembut dan Lentur, Pelajaran Berharga

Kudapan ini sudah sangat bersahabat di lidah Indonesia sekalipun berasal dari negeri Yaman, ada juga yang bilang dari India, hampir semua orang sudah mencicipinya. Mengapa dikatakan martabak telor? Bukan martabak prei saja, padahal bawang prei jauh lebih banyak dari pada telor. Mengapa juga tidak disebut martabak daging, padahal irisan dagingnya juga banyak. Di Indonesia jenis ini dinamakan dengan martabak asin, lebih seringnya disebut martabak telor.

Dalam martabak telor ada bahan yang punya peran sangat besar. Ia tidak disebut-sebut tapi tidak pernah protes. Bahannya yang kecil dan kenyal saat akan dibuat martabak ditekan-tekan kemudian dibanting-banting kemudian menjadi kulit martabak yang tipis. Setelah menjadi kulit martabak, ternyata sang kulit sudah menyiapkan dirinya menjadi diri yang lembut dan lentur.

Sering kali kita dihadapkan pada persoalan hidup yang rumit, ujian dan cobaan yang berat. Hidup ini laksana kulit adonan martabak yang ditekan-tekan, dibanting-banting, dicaci-maki, dibuli dll. Dengan kesabaran kita berhasil melewati proses cobaan hidup itu, kita menjadi melar, melebar dan membesar. Hingga jadilah kita orang besar banyak manfaat bagi masyarakat sekalipun tidak disebut-sebut, disembunyikan, tidak dikenal, bahkan tidak dapat penghargaan sama sekali.

Penyakit manusia biasanya ingin tampil di depan sekalipun tidak memiliki kapasitas, biasanya juga selalu mengatakan peran penting dirinya dalam segala hal, seringnya selalu berujar “ini semua kalau bukan karena saya ngga mungkin terwujud”.

Berbuat baiklah semata-mata kamu memang orang, berbuat baik itu tidak harus menunggu balasan atau pujian dari orang lain. Kita berbuat baik karena memang kita ingin menebar kebaikan. Kita tidak pernah bisa mengatur penilaian orang lain atas perbuatan kita, sungguh sangat melelahkan dan merugikan.

Tetaplah berbuat baik dimanapun kita berada. Mungkin kita belum bisa menjadi orang yang benar-benar baik, setidaknya dengan melakukan kebaikan kita bisa membuat hidup lebih berarti, lembut, lentur, berguna bagi sesama, dan lebih bermakna. Sekalipun tidak disebut-sebut seperti kulit martabak.

Wallohu a’lam

Leave a Reply