Belajar dari Daun Salam

Author: Mustopa – Staff Manajemen Ponpes Tunas Cendekia

Dalam mengawali sambutannya para penceramah biasanya membuka dengan ucapan salam. Penceramah yang piawai dalam berpantun tidak luput menyelipkan kata-kata pantun yang lucu, menggelitik bahkan menggemaskan untuk memancing jawaban hadirin agar bersemangat dalam mengikuti pengajiannya , misalkan:

Assalamu’alaikum wr wb.

Daun Salam belinya di warung bu Sofiat
Yang jawab salam kami doakan semoga sehat wal……

Hadirin menjawab dengan kompak, “‘afiyat”

Daun salam belinya pakai cator
Yang jawab salam kami doakan semoga bisa cepat beli…

Hadirin langsung jawab, “motor”

Daun salam belinya di desa Durajaya
Yang jawab salam kita doakan semoga bisa cepat…

Hadirin kompak menjawab, “kaya”

Masih banyak lagi ungkapan jenaka pantun dari kata salam. Pada tulisan kali ini menarik kalau kita bahas tentang daun salam, kenapa demikian? Karena disamping daun salam memiliki kandungan yang banyak manfaat bagi manusia, daun salam juga mengandung makna filosofi yang agung bagi kehidupan manusia.

Daun salam biasa dipakai oleh ibu-ibu sebagai penyedap masakan, daun ini banyak disukai ibu-ibu di dapur bahkan hingga jadi kering pun tetap disukai. Selain itu daun ini mengandung banyak vitamin seperti vitamin B2, vitamin B3, vitamin C, alkaloid, steroid, triterpenoid dan flafonoid. Kandungan inilah yang membuat daun salam memiliki banyak khasiat bagi kesehatan.

Beberapa manfaat daun salam bagi kesehatan diantaranya adalah memperbaiki saluran pencernaan, herbal untuk asam urat, menurunkan tekanan darah tinggi, menyembuhkan peradangan lambung, kesehatan jantung, meredakan stres, menurunkan kadar gula, dan untuk kekebalan tubuh.

Filosofi Daun Salam

Kita sering dengar ungkapan “Habis manis sepah dibuang” ungkapan ini melekat pada daun salam yang dipakai oleh ibu-ibu ketika memasak sayur asam, lodeh, nasi wuduk, gulai dan lain-lain. Tapi ketika masakan itu sudah matang dan siap dihidangkan, daun salam saat itu juga langsung dibuang dianggap tugasnya sudah selesai. Pada saat seperti ini daun salam tidak merasa sakit hati.

Berbeda dengan sayuran penutup atau toping, tugasnya tidak seberapa hanya sebagai penghias masakan dan diletakkan di atas masakan yang sudah jadi. Sebagai manusia yang sering bersikap buruk dan kecewa terhadap banyak hal, barang kali kita harus belajar pada daun salam. Karena daun salam yang disingkirkan dari masakan yang sudah matang tidak pernah mengeluh tetapi tetap setia membuat aroma masakan jadi harum dan semakin menggugah selera.

Daun salam setelah selesai melaksanakan tugasnya tidak pernah bilang, “Kalau bukan karena saya.., kalau tidak ada saya…” justru dia ikhlas hilang begitu saja ditelan ombak kehidupan hingga akhirnya dilupakan.

Contoh orang yang memiliki sifat-sifat seperti daun salam biasanya orang lanjut usia yang arif dan bijaksana, para pandita, bijak bestari, para hukama, kalau dalam agama Islam biasa disebut dengan Kyai. Para Kyai dibutuhkan ketika akan ada kontestasi Pemilihan Umum, pemilihan Bupati, Pemilihan Kuwu. Dan setelah jadi, Kyai ditinggal begitu saja.

Wallahu a’lam